Kabar Jokowi

Ada Apa dengan Jokowi


Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), usai pelantikan di rapat paripurna istimewa DPRD DKI Jakarta, Senin (15/10/2012). Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur terpilih ini dilantik oleh Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi untuk masa jabatan 2012-2017. | TRIBUN NEWS/HERUDIN


JAKARTA, KABARJOKOWI.BLOGSPOT.COM.com - Warga DKI Jakarta belakangan disajikan berita adu manuver antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan anggota DPRD DKI Jakarta. Setelah wacana interpelasi Kartu Jakarta Sehat (KJS) hilang ditelan bumi, kini muncul topik lain, pembentukan Panitia Khusus Mass Rapid Transit (MRT) dan Pansus Monorail.


Pansus MRT dibentuk DPRD DKI pada Rabu, 12 Juni 2013 lalu. Adapun ada tiga hal yang jadi disorot, belum adanya payung hukum stasiun bawah tanah serta pemanfaatan ruang bawah tanah, rencana komersialisasi ruang bawah tanah, serta Pemprov DKI memberikan penyertaan modal tanpa sepengetahuan para politisi Kebon Sirih tersebut.


Belum jelas kelanjutan Pansus MRT, DPRD DKI kembali membentuk Pansus, kali ini soal Monorail. Pansus itu juga menyoroti tiga hal, legalitas, pembiayaan dan operasional. Aspek legalitas, Monorail milik BUMN belum tertuang di Perda No 1 Tahun 2012, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah.


Aspek pembiayaan, DPRD minta kepastian kete rsediaan dana oleh pelaksana proyek. Dan aspek operasional, yakni penggunaan produk kereta monorail dari Cina, bukan produk dalam negeri.


Jokowi-Ahok Terus Menghindar

Lantas, apa tanggapan Jokowi-Basuki soal pembentukan Pansus tersebut? Ditemui di Balaikota, Rabu (17/7/2013), Jokowi mengaku sah-sah saja DPRD DKI membentuk Pansus itu. Namun, ia berharap pembentukan itu tidak menyebabkan menghambatnya pembangunan, melainkan menjadi support pembangunan proyek MRT dan Monorail.


"Kan harapannya dipanggil (DPRD DKI) lalu di- back-up. Dipanggil lalu didukung. Kan awal-awal kita didorong, kita sudah loncat sana-sini," ujarnya.


Sementara, Ahok, pria yang disebut-sebut ped agang kaki lima Tanah Abang sebagai raja tega menilai pembuatan Pansus hanya akal-akalan DPRD DKI Jakarta untuk mendapatkan honor double. Mengingat, dirinya berpengalaman sebagai anggota dewan.


"Saya kan pernah di DPR, Pansus itu kan ada honornya, jadi pasti dapat double, deh," ujar Ahok.


Meski berkoar-koar di media massa sebagai pihak yang benar dan selalu menjadi korban kezaliman anggota dewan, eksekutif bergeming soal poin-poin yang disasar wakil rakyat DKI itu. Baik Jokowi ataupun Basuki tak mampu menjelaskn dengan baik permasalahan yang disorot oleh DPRD DKI.


Jokowi-Basuki yang menjadi 'media darling' itu hanya bisa melihat manuver anggota dewan 'digebuki' komentar warga di sejumlah media massa. Keduanya pun tak pernah mau datang saat dipanggil Pansus MRT sehingga komunikasi antara eksekutif dengan legislatif, lagi-lagi kandas. Bahkan, soal Pansus MRT,Jokowi menyerahkannya kepada Direktur Utama PT MRT dan pihak Bappeda DKI.


"Atau kalau enggak (Direkut Utama PT MRT), Bappeda (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah) DKI Jakarta saja. Mereka yang tahu detilnya saya kan hanya makronya saja," lanjut Jokowi.


DPRD DKI Menghambat Pembangunan?

Gaya komunikasi antara eksekutif dan legislatif yang harusnya rukun itu disayangkan pengamat perkotaan, Yayat Supriyatna. Namun, ia menilai DPRD DKI-lah yang menjadi biang permasalahan. Menurutnya, politisi Kebon Sirih itu hanya bisa mencari-cari kesalahan eksekutif tanpa memberi solusi yang terbaik atas permasalahan yang ada.


Sah-sah saja, kata Yayat, DPRD DKI membentuk Pansus MRT atau Monorail, selama Pansus itu memiliki korelasi positif bagi pembangunan Jakarta bukan malah menghambatnya. "Kalau sampai mengubah jadwal pembangunan, itu namanya menghambat pembangunan pelayanan publik," tegasnya.


Entah apa penyebabnya, Yayat melanjutkan, para anggota dewan tampak senang sekali menjerumuskan eksekutif, mungkin tak satu pun program eksekutif yang didukung para anggota dewan. Sebut saja KJS, diinterpelasi; lelang jabatan lurah dan camat, dinilai tak menyertakan partisipasi publik; tarif parkir, dianggap tidak prorakyat; tarif angkot, diulur-ulur dan masih banyak lainya.


"Saya kira ini bisa saja karena ingin cari sensasi, juga bentuk kemarahan merasa ditinggali atau skenario politik untuk menjelekkan Jokowi. Jadi kalau gagal, bisa dikatakan, nah Jokowi gagal," ujar Yayat.


Ia menyarankan adanya rekonsiliasi atau semaca m perbaikan hubungan antara 'Tom and Jerry' ini. Jika dua lembaga tinggi di DKI Jakarta memiliki hu bungan baik, pembangunan pun lancar, kesejahteraan juga diharapkan meningkat. Namun, apakah kondisi tersebut bisa terwujud? Entah kapan.


Editor : Ana Shofiana Syatiri


Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:


Anda baru saja membaca artikel yang berkategori jakarta dengan judul Ada Apa dengan Jokowi. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://kabarjokowi.blogspot.com/2013/07/ada-apa-dengan-jokowi.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: _ - Wednesday, July 17, 2013

Belum ada komentar untuk "Ada Apa dengan Jokowi"

Post a Comment